IT ALL ENDS UP ON PLAYLIST
"Mas, Americano panasnya satu ya.."
"Oh, oke Mba. Ini nomor antriannya, ditunggu sebentar ya."
"Iya Mas, makasih."
Sore ini, di sebuah kedai kopi kesukaanku yang nyaman dan sederhana aku menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas. Sebentar lagi akan masuk ke semester tiga perkuliahan, menjelang ujian akhir semester alih-alih memiliki waktu luang untuk belajar dan beristirahat justru malah tugas menumpuk yang jadi teman setiap saat.
Lalu di sinilah aku, menyendiri di sudut ruangan dengan setumpuk buku, laptop, dan secangkir kopi americano panas yang selalu jadi favoritku. Perlu diketahui bahwa aku adalah salah satu pencinta kopi. Segala jenis kopi sudah aku nikmati, mulai dari yang manis sampai yang murni dengan cita rasa pahit. Dan, americano panas tanpa gula jadi pilihan pertamaku.
Lagu-lagu yang terputar di kedai ini biasanya bisa disesuaikan dengan keinginan pelanggannya. Tepat seperti yang kalian bayangkan, pelanggan bisa meminta lagu kesukaan mereka untuk diputar di kedai kopi ini dengan mengajukan playlist mereka ke kasir. Kebetulan sekali, sore ini kedai sedang sangat sepi dan hanya ada aku yang berkunjung. Tentunya ini adalah suasana yang aku inginkan, aku bisa meminta kedai untuk memutar playlistku sepuasnya tanpa dinganggu oleh antrian playlist lain. Yang paling penting, dengan kondisi lebih tenang seperti ini akan membantuku untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas.
15 menit berlalu..,
*Kringgg~ (Pintu kedai terbuka.)
"Bro, Cafe Latte satu." Ucap seorang laki-laki yang baru saja memasuki kedai.
"Wihhh kemana aja lo cuy?! udah lama banget lo nggak mampir ke sini. Sibuk?"
"Hahaa.. biasalah, tuh si Biru lagi minta dimanjain. Banyak banget yang harus dibenahin, sekalian gue lagi coba-coba modifikasi juga biar nggak boring." Balasnya sambil menunjuk-nunjuk sebuah mobil berwarna biru yang terparkir tepat di depan kedai.
"Cie elah gaya amat si Biru.. Okelah tunggu bentar ye, nanti gue panggil kalo udah jadi."
"Sip, thanks Bro."
Laki-laki itu berjalan menuju meja pelanggan, Ia mengambil tempat yang hanya berjarak dua meja dari tempatku. Aku mengamatinya beberapa saat, Ia pun mengeluarkan laptopnya. Tampilan rambut hitam lurus jatuh menutupi dahi, memakai jaket turtle neck hitam dan headset dengan warna senada yang Ia sangkutkan di kerahnya, celana denim hitam juga sneakers putih. Sekilas Ia terlihat cukup menarik.
Aku kembali fokus pada layar laptopku. Meneguk kopi milikku sedikit demi sedikit sambil menikmati lagu-lagu dari playlistku yang sedang diputarkan.
Tak lama kemudian aku melihat laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil pesanan kopi miliknya. Selang beberapa menit setelah laki-laki itu kembali ke tempatnya, aku mendengar jika lagu yang diputar saat ini bukanlah lagu yang berasal dari playlistku lagi. Menyadari lagu yang tiba-tiba saja terganti sontak membuatku sedikit jengkel. Bagaimana tidak, lagu pilihanku yang sebelumnya saja bahkan belum selesai.
Aku sempat merasa tidak terima dan ingin meminta untuk kembali menyetel lagu dari daftar milikku yang belum selesai, tapi aku mengurungkan niat itu karena rasa malas sudah lebih dulu menahan tubuhku untuk tetap diam. Lagipula aku juga tidak ingin mencari keributan di momen menenangkan seperti ini. Alhasil, aku hanya bergumam pelan dan memasang wajah dingin sambil sesekali melirik lelaki itu.
"Mau diganti lagi lagunya?"
Aku sangat terkejut saat tiba-tiba lelaki itu sudah berdiri di hadapanku sambil memasang senyum menyebalkan seolah Ia ingin meggodaku.
"Hah?! Eh uh.. iya kenapa?" Aku berbicara dengan begitu gugup dan kebingungan mengapa laki-laki ini bisa ada di hadapanku tanpa aku sadari.
"Ma u di gan ti la gi la gu nya?" Ia memperjelas kalimat sebelumnya dengan nada yang terbata-bata. Sepertinya Ia menyadari ketidaksukaanku saat Ia mengganti playlist lagunya.
"Oh nggak usah.. gue gapapa, kok." Balasku sarkas.
"Yakin?"
"Iya, lanjutin aja."
"Um..? okay."
Ia kemudian menempati kursi yang berada persis di depanku, entah apa yang diinginkannya Ia tidak kembali ke tempat dimana seharunya Ia singgah. Ini benar-benar membingungkan.
"Loh, kenapa nggak balik ke tempat lo?"
"Gue diusir nih?"
"B.. bukannya gitu.. tapi, itu laptop sama barang-barang lo juga masih di sana, kan."
"Nah, wait.." Ia dengan cepat berjalan ke arah meja yang disinggahi sebelumnya dan mengambil semua barang miliknya lalu kembali ke tempatku.
"Alright, i'm done." Ucapnya sambil membenarkan posisi duduk.
Aku terdiam beberapa saat dan memperhatikannya, laki-laki ini gila atau apa? Ada apa dengannya? Kenapa Ia sungguh aneh? Kenapa Ia begitu percaya diri untuk menghampiriku seperti ini? Erghh, bahkan memikirkannya saja sudah benar-benar membingungkan.
Tanpa pikir panjang dan tanpa bicara apapun, aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Mengabaikannya begitu saja. Aku berusaha bersikap normal meskipun dengan kehadiran laki-laki asing ini di hadapanku. Ia juga tidak berbicara satu kata pun. Syukurlah, setidaknya hal itu membantu untuk tidak menambah kecanggungan diantara kami berdua karena jujur saja, aku masih sangat bingung.
Waktu terus berlalu, lagu-lagu dari palylist miliknya masih terputar dan entah kenapa semakin lama aku merasa semakin menikmatinya. Ternyata lagu-lagunya cukup enak dan sedikit memiliki sentuhan romantis pada liriknya. Selera lagu nih cowok oke juga... lontarku dalam hati.
"Gimana? Udah mulai nyaman sama lagu-lagunya?"
"Uh? lumayan.."
"Nice. Kenalin, gue Raffa."
"Well, i'm Jey."
"Okay, Jey."
Aku hanya membalasnya dengan senyuman tipis lalu kembali meneruskan aktivitasku. Tapi, beberapa menit kemudian Ia kembali membuka percakapan.
"Gue boleh tau Instagram lo?"
"Hah?"
"It's okay, kalo lo keberatan nggak usah."
"Hmm.. lo anak mana sih? Satu kampus sama gue? Kok kayaknya lo pede banget ngajak gue kenalan?"
"What? kampus? Lo anak kuliahan?"
"Yap. Kenapa? Ada masalah?"
"Nggak sih, but ya.. i just graduated from high school."
"Yang bener lo? Haha, junior gue ternyata."
"But i guess we are only half a year apart, bacause you look so young."
"I think so, gue juga baru semester dua."
"So..? Keberatan buat tukeran Instagram?"
"Fine. Mana hape lo? I'll type my account."
"Here."
Setelah itu kami menjadi dekat satu sama lain, berbagi banyak topik obrolan dan tidak disangka-sangka kami malah bertukar playlist favorit masing-masing. Ya, tidak terlalu buruk. Aku menyukai lagu-lagu dari playlist yang Ia berikan, begitu pun sebaliknya.
--
Malam ini aku berniat untuk tidur lebih awal dibanding biasanya. Karena sebagian besar tugasku juga sudah selesai, maka aku harus memanfaatkan waktu istirahatku sebaik mungkin. AC sudah kunyalakan, selimut bulu kesayanganku sudah kusiapkan, lampu kamar kupadamkan dan beralih ke lampu tidurku yang menggantung di salah satu sisi tembok ruangan. Aku siap untuk tidur.
Tiba-tiba,
*telepon bergetar...
Baru saja aku ingin memejamkan mata, terlihat notifikasi masuk di handphoneku. Ternyata itu dari lelaki tadi. Ia mengirimkanku pesan melalui Instagram. Sontak aku tidak jadi melanjutkan tidurku dan memutuskan untuk membuka isi pesan itu.
(Raffa)
Masih bangun?
Baru aja gue mau tidur
https://open.spotify.com/socialsession/
lo denger sebelum tidur
Begitulah percapakan kami berdua dalam pesan malam ini, Ia memintaku untuk mendengarkan lagu bersama melalui salah satu aplikasi pemutar lagu. Aku tentu saja tidak langsung tertidur dan mencoba untuk mendengar beberapa lagu darinya terlebih dahulu. Lagu-lagunya manis dengan tipikal musik jazz lo-fi yang tenang dan liriknya yang indah. Aku tidak menyangka kalau selera lagu yang Ia miliki bisa begitu romantis seperti ini. Dan ya, aku rasa.., playlist malam ini akan menjadi favoritku.
--
Sudah hampir satu bulan aku dan lelaki bernama Raffa itu saling mengenal. Kami pun sering mendengarkan lagu bersama di malam hari, dan setelah kuketahui Ia ternyata adalah sosok yang menyenangkan dan lebih dewasa dibandingkan usianya. Hanya saja, terkadang Ia juga bisa jadi sosok yang sangat menyebalkan.
Belum lama ini aku mendapat kabar darinya bahwa Ia akan segera memasuki salah satu Universitas yang berada di daerah Jawa Timur, yang artinya.. Aku tidak akan lagi bisa bertemu dengannya seperti biasa di kedai kopi langganan kami karena Ia harus pergi dan merantau ke sana. Sementara aku, menetap di Jakarta karena memang di sinilah kampusku berada.
*telepon berdering...
"Jey, lo dimana sekarang?"
"Gue di kedai, lagi nugas kayak biasa."
"Bagus deh, gue mau kesana juga. There's something yang mau gue kasih ke lo sebelum gue berangkat ke Banyuwangi."
"Okay, i'll wait."
Setelah hampir 45 menit, terlihat mobil biru yang kukenal berhenti di depan kedai. Seorang lelaki turun dari bagian kemudi. Ia akhirnya datang. Membawa satu buah kotak hitam kecil di tangannya. Kami saling memandang dan Ia pun langsung menghampiriku.
"Sorry lama, tadi macet banget."
"Never mind. Gue juga masih lama kok di sini."
"Nih, buat lo." Ia menyodorkan kotak hitam yang dibawanya.
"Apaan nih?"
"Just open it."
Aku membuka kotak hitam tersebut, dan mendapatkan satu buah gelang dengan tali tipis dan liontin berbentuk not balok.
"Suka?"
"Suka. Thank you." Aku tersenyum lebar.
"Nggak seberapa, tapi semoga lo bisa inget gue terus karena ini."
"Lo kayak mau pergi selamanya aja deh, haha.."
"Who knows?"
"Maksud lo?"
"Ya, maksud gue.. siapa tau kita udah sama-sama sibuk?"
"I see, lo kapan berangkatnya?"
"Lusa gue udah flight."
"Eh? sebentar lagi dong.."
"Iya.."
Aku hanya diam menatap wajahnya dan menghembuskan napas tipis. Entah kenapa ada rasa yang tidak biasa. Apa aku sedih? Yang benar saja, aku? Sedih? Hanya karena Ia ingin segera pergi? Tidak mungkin.
"Gue harus balik sekarang, soalnya masih ada yang mau gue urus."
"Oh okay.. kabarin gue ya waktu lo mau berangkat nanti."
"Pasti. Yaudah kalo gitu. See ya."
"See ya. Sekali lagi thanks, Fa."
"Don't mention it. Take care, Jey." Ucapnya dengan senyuman yang manis.
Lalu Ia beranjak pergi. Meninggalkan kedai dengan suasana yang sepi sama seperti pada awal kita bertemu. Tapi kali ini, Ia tidak hanya meninggalkan kedai. Ia juga meninggalkan aku.
--
5 tahun berlalu. Aku masih mempertanyakan mengapa Ia sama sekali tidak meninggalkan pesan setelah kepergiannya saat itu. Padahal begitu jelas, Ia berkata jika dirinya akan mengabariku saat hari keberangkatannya tiba. Tapi kenyataannya, setelah hari dimana Ia memberiku sebuah gelang Ia tidak pernah lagi mengirimkanku pesan. Bahkan tidak hanya itu, Ia ternyata telah mengganti seluruh kontak yang sebelumnya dapat kuhubungi. Aku sangat tidak mengerti. Kenapa Ia tiba-tiba saja menghilang seolah ditelan bumi. Ia meninggalkan kenangan yang singkat, tapi begitu berkesan. Membuatku merasa seperti masih ada yang janggal hingga detik ini.
Satu-satunya hal yang bisa kurasakan darinya sekarang hanyalah playlist lagu miliknya yang masih sering kudengarkan setiap malam. Karena hal itu pula, aku terus mengingatnya.
Aku meneguk kopi pesananku. Hari ini, di kedai yang sama dan di waktu yang sama seperti saat dia pergi meniggalkan kedai ini untuk yang terakhir kalinya, tanpa sadar aku sudah meneteskan air mata.
Gue kangen elo, Raffa..
Ucapku dalam hati.
-Tamat-
Cerita oleh: Jihan Rienita (Rein)
Komentar
Posting Komentar