NIGHT WITH THE DEAL

Aku belum berhenti memberikan senyum dan sapaan terbaik kepada para penggemar buku ketigaku yang baru saja rilis di bulan ini. Hari ini banyak sekali penggemar yang datang, suasananya sangat ramai bahkan aku sampai tidak bisa membedakan lagi antara bazar buku dengan pertemuan penggemar. Satu-persatu orang yang berbaris rapih di depan mataku bergilir mendekat ke arahku.

"Halo, Kak! aku mau minta tanda tangannya ya hehe... buku Kak Rein bagus banget aku suka!" Ucap seorang gadis sambil memberikan buku ciptaanku yang dimilikinya.

"Wah, makasih ya hihi.. semoga kamu suka juga sama buku-buku ciptaanku selanjutnya, ya! Nih, udah aku tanda tanganin." Aku tersenyum bahagia melihat antusias para pembaca muda dan mereka juga memuji karyaku.

"Thank you, Kak! sip dehh.. nggak sabar nunggu next bukunya. Semangat terus ya, Kak!" Gadis itu manis sekali, ucapannya cukup membuat bahan bakar semangatku untuk menulis terisi sedikit demi sedikit. Aku percaya bahwa kata-kata memang punya pengaruh besar terhadap diri seseorang meski kalimatnya sangat sederhana. 

Aku menghela napas, acara ini pun berakhir. Ya, begitulah kira-kira acara pertemuan dengan penggemar hari ini. Aku sangat bahagia meskipun cukup melelahkan. 


--

Pukul 7 malam. Perutku lapar, dan aku berencana mampir sejenak ke tempat makan langganan yang kebetulan berada tidak jauh dari lokasi acaraku.

*telepon berdering...

"Halo, dude where are you now?"

"Hey.. gue baru mau cabut dari kantor nih. Hari ini project gue kelar lebih cepet, soalnya barusan dapet klien yang nggak minta desain aneh-aneh so.. ya. Kenapa, Re?"

"Oh gitu, emm.. gue beres acara meet and greet nihh.. lapeerr.. temenin gue yuk makan di tempat biasa."

"Lah kebetulan banget, yuk! gue juga rencana mau makan dulu ke situ."

"Asikkkk... okay, i'll see you there."


--

Suasana dari atas gedung ini benar-benar cantik. Aku harus berterimakasih karena ada tempat makan sederhana dengan konsep rooftop dan memberikan harga terjangkau untuk standar wanita super hemat sepertiku. Padatnya lalu lintas Ibu Kota terlihat jelas dari tempat ini, lampu jalanan dan cahaya dari kendaraan-kendaraan yang melintas tampak sangat indah. Lembutnya angin malam menemaniku yang sedang duduk seorang diri menikmati pemandangan sambil menunggu kehadiran seseorang yang sangat berarti di hidupku, yaa.. meskipun terkadang juga menyebalkan.

Tiba-tiba aku merasakan tangan seseorang menepuk bahuku, 

"Udah lama?"

"Eh, elo.. nggak kok, baru ada 10 menitan."

"Makanan? udah mesen?"

"Udehh, lo kenapa jadi kayak HRD sih banyak tanya gini.."

"Hahahahaaa.. sensi amat sih lo, capek banget ya hari ini?"

"Umm, yaaa gitu deehh.. tapi gue seneng."

"Iya deh yang udah punya fans sekarang mah beda.."

"Ih lo tuh ya! Paling bisa deh ngeledekin gue!" 

Kita pun tertawa bersama. 

Dia sahabatku. Agta. Bagiku dia sudah seperti keluarga. Aku menyayanginya. Sangat. 

"Permisi, Mas.. Mbak.. ini makanan dan minumannya.." Sela seorang pelayan di tengah perbincanganku dengan Agta.

"Makasih ya, Mas.." Balasku.

Aku dan Agta langsung menyantap makanan yang sudah tiba karena tidak bisa dipungkiri jika perut kita sama-sama lapar. Tidak begitu banyak bicara selama menikmati makanan. Sampai akhirnya, Agta tiba-tiba mengatakan sesuatu. 

"Re, coba deh.. kita udah umur berapa sekarang?"

"Hah? random banget lo tau-tau nanyain umur."

"Yeh, ya nggak.. jawab dulu aja."

"Hmmm.. tahun ini kita masuk 25 tahun kan." Jawabku sambil menatapnya bingung.

Hening seketika, dan entah kenapa tiba-tiba suasana menjadi begitu dingin secara bersamaan. Ada yang aneh. Agta terlihat cukup serius menanyakan hal tersebut karena raut wajahnya menunjukan seperti sedang berpikir. Sementara aku masih merasa bingung pada atmosfer yang sekarang sedang menyelimuti percakapan ini.

"25, ya?" Tanya Agta.

"Iya, 25. Kenapa sih ih?! Kok jadi takut deh gue."

"Gapapa.. gue cuma kepikiran aja soal kita berdua."

"Kita? Emang kita kenapa?"

"Lo udah punya gebetan baru?"

"Belum."

"Nah, gue juga sampe sekarang belum nemu orang yang pas buat dijadiin gebetan."

"Teruss..?"

"Yaaa.., gue sama lo kan udah sama-sama cukup nih hidupnya.. duit udah banyak, tabungan udah punya, kerjaan udah enak, tinggal satu yang kurang.."

"Jodoh maksud lo?"

"Iya.."

"Emang belum ada aja kali Ta.., jodoh kan nggak ada yang tau."

"Tapi kan jodoh bisa dijemput, Re."

"Iya terus lo mau gimana sekarang? Nikahin cewek random aja gitu? Kan nggak mungkin."

"Mungkin."

"HAH?! Ngada-ngada nih lo udah malem."

"Elo, Re."

"Gue? Maksudnya?"

"Elo yang nikah sama gue.."

"Dih, ngaco lo ah. Nih makin gelap otak lo ikutan gelap juga kayaknya."

Agta diam dan menatapku. Aku benar-benar bingung dengan semua ucapannya yang tidak seperti biasa bahkan bisa dibilang ini adalah kali pertama Agta membahas hal seperti sekarang, hal yang tidak pernah terlontar diantara kita berdua dan tidak pernah terlintas di pikiranku karena selama ini aku merasa nyaman dengannya sebagai teman yang sangat dekat. Tidak lebih.

Setelah Agta menatapku hening untuk beberapa saat, lalu Ia kembali melanjutkan kalimatnya.

"Gue serius, Re."

"Agtaaa.. woyyy sadarr.."

"Gue sadar, kok. Sejauh ini gue merasa nggak ada yang bisa cocok sama gue selain elo, dan lagipula kita udah hampir 7 tahun kenal deket, even udah saling nyaman juga. So, kenapa enggak kalo kita nikah.. Iya, kan?"

"T.. tapi, gue pikir selama ini kita udah kaya keluarga aja Ta... gue mana pernah kepikiran buat nikah sama lo."

"Sekarang udah, kan?"

"Yaaa kan elo juga yang mulai."

"Jadi, gimana?"

"Gimana apanya?"

"Gimana kalo kita bikin kesepakatan?"

"Apalagi sih inii..."

"Kita bikin kesepakatan, kalo sampe di umur kita yang ke 26 nanti kita masih sama-sama jomblo... kita nikah. Gimana?"

"Heh dadakan banget."

"YA NGGAK LAH REEEEE.. KAN NANTI JUGA DIRENCANAIN DULUUUU.. IH GEMES BANGET GUE NGOMONG SAMA LO PENGEN JITAK."

"Yehh.. ya sorry.., tapi ini lo serius banget?"

"Yes, gue yakin dan gue nggak ada keraguan juga buat nikah sama lo."

"Hmm.. gue nggak yakin sih, Ta.." 

Aku menghela napas sejenak sambil mengalihkan pandanganku ke arah ramai lalu lintas yang gemerlap, meninggalkan Agta larut dengan kesunyian sementara. Sejujurnya, ini bukan keputusan yang mudah. Empat, lima menit berlalu. Aku masih belum memberikan jawaban. Agta pun menghela napas tipis lalu mengarahkan pandangannya ke sudut yang sama denganku. Tak ada satupun kalimat yang terucap. Kita berdua memutuskan untuk menikmati pemandangan sebagai penutup malam yang indah ini. 


--

1 tahun kemudian..


"Kenapa nggak pilih dekorasi yang ini aja sihh?! Padahal ini udah bagus tau!"

"Yang ini udah terlalu biasa sayangkuuu... mana harganya juga nggak worth it pula."

"Terus jadinya yang mana? Capek tau dari kemarin nggak selesai-selesai urusan dekorasi gedung doang."

Setelah hampir setengah jam tangannya sibuk membolak-balik daftar dekorasi gedung untuk hari pernikahan yang telah dipersiapkan, akhirnya Ia menunjuk salah satu dekorasi yang menjadi pilihannya.

"Re, gimana kalo yang ini? Bagus, kan? cocok banget sama selera kita berdua, harganya juga pas."

"Umm, oke juga. Boleh deh, Ta!"


-Tamat-


Cerita oleh: Jihan Rienita (Rein)



Komentar

Postingan Populer